"Aku kini terjatuh dan ingin mencoba untuk dimengerti. Lelah. Ingin sejenak meluruskan kaki yang berat untuk melangkah."
Berkaca pada hal yang seringkali aku hempaskan, seringkali aku mencoba untuk mendobrak rasa keterbatasan yang mengekang terlalu keras. Sakit, memang tidak terlalu. Aku masih kuat untuk menahan diri, untuk tidak tenggelam terlalu jauh. Tetapi seakan terlalu berdarah dan semakin tidak berhenti, kala aku tau bahwa dirimu malah menjauh dan menggelengkan kepala, tanda ketidak mengertian yang menjadi.
Sekelibatan masalah yang merundung di hari-hari belakangan, ah, jangan tanya pula dengan kegagalan yang menghampiri. Keambisiusanku seakan menjadi berkeping, hancur berantakan. Tak sadar, kegagalan tersebut aku jejak tanpa menggunakan alas. Tak kepalang, mengepal sudah tangan ini untuk menghentikan rasa sakit yang menggigit. Menjalar, menyetubuhi kekosongan diri. Hingga akhirnya aku terlalu diam, seakan menjadi terlalu aktif untuk tak bergeming dari peraduanku kini.
Maaf bila akhirnya aku harus melihatmu duduk terdiam mengalirkan perih, karena sikap dingin dan kata-kataku yang membuat kita tak berhenti untuk beradu kata. Air mata yang harusnya tak perlu untuk dikeluarkan oleh makhluk sepertimu, tak sengaja akulah yang menjadi pemicunya. Lelaki ini yang sedang terhempas rasa ketidakmampuan, rasa yang luar biasa mengikis rasa ketidak percayaan dirinya. Lelaki yang mencoba untuk seringkali mengangkatmu dalam keberagaman warna kata, padahal tahu bahwa dirimu tidak akan mampu tergambarkan, walaupun hanya setitik.
Aku yang seringkali meng-aku-kan diri di depan kenyataan pahit, terlalu angkuh, terlihat ingin tetap tersenyum seakan melambai bahwa semuanya baik-baik saja. Namun sebenarnya terkadang tidak mampu melihat dengan tatapan penuh harap. Berpikir bahwa tidak akan ada harapan sedikitpun disana, dengan sesungguhnya mengemban banyak sekali harapan pada kenyataan yang di tinggikan di setiap pundak diri. Berakhirlah aku dengan meracau akan ketidakmampuan diri sendiri, menyedihkan bukan ?
Tapi maaf bila aku tidak menunjukkan sisi yang berkabut ini kepadamu, kepada kalian para penonton setia hidup orang lain. Aku hanya tidak ingin menjadi salah satu pemeran utama di atas panggung perkataanmu. Tidak perlu rasa belas kasih terlalu berlebihan, aku mampu, bila aku mau. Hanya mungkin terkadang butuh jeda sedikit lebih lama untuk menjauh dan berlayar menjelajah, untuk menghangatkan diri yang mendadak membeku, atas ketidakjelasan jalan hidup yang Tuhan seringkali tetapkan. Bukan berarti aku menyerah, bukan begitu.
Teruntukmu yang kini sedang aku usahakan sebagai tempatku kembali pulang, mohon mengerti sedikit lebih banyak lagi. Untuk keadaan yang sedikit lebih baik.
Janjiku, aku akan kembali pulang, secepatnya waktu yang bahkan akan kamu syukuri pada akhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar