Di tengah tugas akhir yang tak kunjung selesai,
kertas-kertas berserakan; aku masih sempat memikirkanmu. Mataku yang
berkunang-kunang, suara pendingin ruangan yang menambah kesan sunyi, dan
jentikan jemari di laptop-ku ternyata tak memberi pertolongan apapun. Hari ini,
aku melihatmu di dalam bayanganku namun sampai sekarang aku masih belum mampu
menyapamu. Penampilanmu yang masih belum berubah, tetap sederhana seperti dulu
saat kita berkenalan dulu telah membawa kesan lain dalam hari-hari aku. Aku merindukan
itu, merindukan saat kita berbicara malu-malu, bukan berjauhan seperti ini. Hal-hal
yang terjadi di masa lalu yang hanya bisa dikembalikan oleh mesin waktu, dan
aku tak punya mesin waktu. Itu berarti, aku tak dapat mengembalikan kamu yang
dulu.
Kamu ingin tahu kabarku? Sampai saat ini, aku masih sering
merindukanmu, dan rasa itu hanya terobati dengan melihat ini lini waktu akun
twitter-mu, rasa rindu yang terobati hanya dengan melihat percakapan kita empat
tahun yang lalu; saat aku dan kamu masih menjadi pasangan kekasih. Tutur katamu
yang terdengar kaku seakan malu-malu, selalu terngiang di telingaku, bahkan
ketika teman-temanku bertanya mengapa sosok pria seperti itu, pendiam,
berpenapilan biasa (sederhana), dan berkacamata selalu nangkring di hatiku? Aku
hanya menjawab dengan senyum miris, dengan mata berair, dengan kata-kata yang
tersirat, rasanya ingin kumuntahkan semua, bahwa sosok itu adalah kamu. Kamu telah
menjelma secara magis dalam setiap tulisanku. Kamu, entah dengan kekuatan apa,
mampu membuatku terluka parah seperti ini.
Tuhan Maha Puits, dalam keadaan lelah seperi saat ini, aku
sangat ingin kamu perhatikanku seperti empat tahun lalu. Saat semua rasa masih
begitu manis, saat pesan singkatmu, dan sapaan ringanmu menjadi obat penenang
sebelum aku terlelap. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, beberapa tahun yang
lalu rasanya kita baru kenalan, tapi mengapa sekarang kita telah berjauhan?
Ah, andai aku punya doraemon, aku pasti meminjam mesin
waktunya, aku tak menggubris semua percakapan kita, kalau tahu akan berakhir
sesakit ini; aku tak mau terima kamu mengendap-ngendap masuk ke dalam hatiku.
Aku tahu, kamu pernah punya yang baru kemudian melupakanku,
dan sekarang kamu dan dia telah mengakhiri hubungan kalian. Selama rentan waktu
itu, tololnya aku masih mencintai kamu. Aku masih tak punya daya untuk
melupakan kamu. Kamu masih mampir di otakku, dalam berbagai rupa dan bentuk,
dengan berbagai cara dan gaya. Aku jatuh cinta dan kamu tak mau tahu seberapa
dalam perasaanku. Setiap kali melihatmu, rasanya aku ingin memelukmu semesra
ketika kita bercakap di pesan singkat. Setiap memperhatikan gerak-gerikmu, saat
kamu berjalan, bercakap-cakap dengan temanmu, saat kamu duduk di kursi kelasmu,
tawamu, candamu yang membuat keningmu berkerut seperti Ariel ‘Noah’, dan
suaramu yang polos tapi menyenangkan itu….. rasanya aku ingin berteriak
sekencang mungkin agar rasa yang tertahan bisa terluapkan. Aku tak bisa lupa
mata itu, si pria berkacamata. Mata yang pertama kali bersinar sambil menjabat
tanganku. Mata yang menarikku kedalam jurang sedalam ini, mata yang cahayanya
harusnya empat tahun lalu kutolak mentah-mentah merasuk kedalam hatiku.
Aku ingin tahu cara menolakmu, melupakanmu, dan meniadakan
bayangmu. Seandainya aku punya doraemon, aku bisa meminjam mesin waktu, aku
ingin mewujudkan keinginan itu, mengulang segala peristiwa yang terjadi saat
kita masih di sekolah hingga kampus yang sama. Aku akan mengulang semua itu,
dan mungkin punya kisah cinta yang lebih sukses. Tapi, aku memilih disini, dan
bertemu kamu. Aku tahu Tuhan pasti punya rencana terbaik dan aku tak menyesali
itu. Aku tak pernah meminta dan memohon agar aku mencintaimu, perasaan ini
datang tanpa kumau, dan aku tak punya kuasa untuk menolak.
Tak banyak yang tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Tak banyak
yang tahu bahwa air mataku masih terjatuh untukmu, yang mereka tahu aku
hanyalah persinggahanmu, yang menjadi penghiburmu. Padahal, mereka tak tahu
betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan pernah memimpikan jika perasaan ini
berakhir dalam penyatuan. Tak banyak yang tahu, sayang, dan sampai saat ini
mereka hanya bisa menertawakan kisah kita, kisah yang tak selesai, penuh
bualan. Jika memang aku tak serius, mengapa aku masih ingin memperjuangkanmu
samapi saat ini? Jika memang aku hanya main-main, mengapa aku masih menangis
ketika bercerita tentangmu pada teman-teman kita? Mengapa? Kamu meringis dan
tak bisa menjawab.
Andai aku punya doraemon, sebenarnya yang ingin aku ulang
adalah masa-masa perkenalan kita, masa-masa saat aku dan kamu baik-baik saja. Andai
aku punya doraemon, aku ingin mengubah sikap-sikap burukku yang mungkin
menyebabkan kamu pergi secepat ini. Andai aku punya doraemon, aku ingin……
Kamu kembali.
Dari pengagummu
Yang tak tau diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar