Langit
kampusku siang itu tak begitu bersahabat, kakiku melangkah gontai menuju halte
tempat biasaku menunggu angkutan umum
yang mengantarku ke pemberhentian selanjutnya.
Cuaca yang
begitu terik membuatku seperti coklat yang akan meleleh ketika di pertemukan
dengan matahari. “Aku benci matahari gumamku”.
Kuputuskan tak berlama-lama di halte langsung kunaiki angkutan dengan jurusan rajabasa – pramuka. Kunaiki angkutan itu dan kucari tempat duduk yang masih longgar dan mataku tertuju pada pojok belakang dekat jendela yang terbuka, sesaat setelah kududuki bangku panjang tersebut aku mulai merasakan angin yang berdesir begitu sejuk kearahku melalui celah-celah jendela kaca.
Bebeapa
menit kemudian pandanganku terhenti tepat dihadapanku dan aku baru menyadari
ada sosok pria yang aku rasa wajahnya tak asing. Dengan memandangi jalan yang
membawaku ke pemberhentian selanjutnya aku masih terus saja memikirkan siapa
pria yang ada di hadapanku saat ini.
Takku sadari
ternyata pria itu sudah sejak tadi memandangiku, dan aku semakin terus
bertanya-tanya siapa pemilik wajah itu? Aku tetap pada pandanganku ke luar
jendela berpura-pura tak mengetahuinya bahwa sejak tadi pria itu sudah
memandangiku, aku menunduk ke bahwah da kudapati kakinya. Kupandangi jemari kakinya yang putih dan panjang, ingin kutelusuri lagi pria yang ada dihadapanku saat ini yang tak lain hanya untuk sekedar
memastikan kembali benarkah pria itu terus memandangiku atau tidak .
Ada detik
saat mata kami saling bertemu, dan baru kali ini aku memperhatikan setiap
detail wajah pria itu setelah beberapa menit tadi tak kusadari kehadirannya dan
diam-diam juga aku memperhatikannya setelah menyadari matanya tertuju padaku.
Kaus hitam, celana jeans se-lutut berwarna biru muda, sandal hitam dan tas
ransel di samping kakinya. Entah dari mana pria ini? tampilannya santai tidak
merusak wajahnya yang tampan dengan kulitnya yang putih berambut ikal,
hidungnya mancung, bibir yang tak terlalu besar tapi juga tak terlalu kecil,
dagunya lancip, tubuhnya tak terlalu tinggi tapi juga tak terlalu kecil. Yang
jelas pria itu berwajah tampan, begitulah aku mendeskripsikannya. Tapi setelah
ku cermati setiap incinya aku baru menyadari ternyata wajahnya mirip dengan
seseorang.
Pandaganku
kembali ke jendela melihat kendaraan berlalu lalang disampingku dan mungkin
saat itu raut wajahku berubah menjadi emote buka kurung titik dua :(
Wajahnya
baru sajah mampir di otakku dan tiba-tiba saja ingatan itu menghancurkan
seluruh syaraf di tubuhku.
Pemberhentian
selanjutnya sudah tiba, ku fikir kami akan berpisah ternyata dia juga berhenti
di pemberhentian yang sama. “Kemana pria ini akan pergi gumamku”. Bus
selanjutnya sudah menunggu, aku fikir pria itu akan langsung menaikinya tapi ternyata
tidak, dia berdiri tepat disebelahku mungkin pemikirannya sama denganku, kami
tidak langsung menaiki bus itu karena masih menunggu penumpang lain hingga
penuh. Kemudian aku meninggalkannya, aku memutuskan untuk membeli
minuman yang dingin dan manis untuk menyegarkan lidahku yang mongering sejak tadi.
Setelah minuman dingin kudapatkan aku berdiri di tempat semula tepat di
sampingnya sambil mengusap dahi yang berkeringat aku berusaha membuka botol
minuman yang kubeli, “ah sulit sekali botol ini terbuka gumamku” tanganku
terluka karena tak berhasil membukanya. “sinih saya bukain” ucap sosok pria
tampan berkaus hitam yang tersenyum manis tepat di sampingku. Aku melihat
jelas barisan giginya yang tak terlalu
rapih itu, namun senyumnya juga membuat bibirku melengkung - ikut tersenyum.
“Ah pria ini
masih memperhatikanku juga ternyata sampai-sampai menyadari aku kesulitan
membuka botol minuman ini gumamku”. pertolongannya kubalas dengan ucarapan
trimakasih dan kemudian dia tersenyum dan menjawab ucapanku. Jantungku berdebar
takkaruan, aku terdiam menatap kearahnya seakan waktu berhenti bergerak.
Lama kami
berdiri di depan bus yang sejak tadi masih menunggu penumpang, matahari siang
itu juga begitu terik aku tak tahan dengan sorotannya. Angkutan lain yang satu arah
dengan jalan menuju rumahku berenti tepat di depanku akhirnya aku putuskan
meninggalkan bus dan pria tampan itu kemudian aku berjalan mendekati angkutan
itu. Aku meninggalkan pria itu dengan segudang pertanyaan dan kekecewaan karena
kebersamaan kami mungkin hanya berakhir sampai sini.
Aku menghela
nafas, aroma tubuh yang tiba-tiba kurindukan itu hilang dengan sekejap. Angkutan
umum yang kunaiki melaju dengan cepat sehingga bayangannyapun tak nampak lagi,
aku tak bisa lagi diam-diam menatapnya. Di sepanjang jalan aku membayangkannya,
pria tampan itu mondar-mandir di otakku. Aku tersenyum tanpa sebab
berkali-kali. Aku jatuh cinta ?
Setelah pristiwa
itu, wajahnya memang tak selalu mampir dalam otakku, namun wajah itu bergantian
keluar-masuk ke dalam memori pikiranku. Setiap hari, saat pulang dari kampusku aku berharap bisa bertemu lagi dengannya. Sampai saat ini aku masih menunggu untuk di pertemukan lagi dengannya melihat wajah tampannya.
keluar-masuk ke dalam memori pikiranku. Setiap hari, saat pulang dari kampusku aku berharap bisa bertemu lagi dengannya. Sampai saat ini aku masih menunggu untuk di pertemukan lagi dengannya melihat wajah tampannya.
Saat wajah
pria tampan itu menatap dalam-dalam, aku menemukan sianar sangat ajaib disana,
tempat aku selalu ingin membenamkan mata dan berteduh dari hiruk pikuknya dunia
perkuliahan.
Aku masih
berharap suatu saat nanti Tuhan mempertemukan kami kembali dan kita bisa saling
mengenal lebih dalam.
Sabtu siang,
tepat satu minggu setelah pertemuan kita.