Sabtu, 24 Mei 2014

Tuan Frestea Green Madu

Langit kampusku siang itu tak begitu bersahabat, kakiku melangkah gontai menuju halte tempat biasaku menunggu angkutan umum  yang mengantarku ke pemberhentian selanjutnya.

Cuaca yang begitu terik membuatku seperti coklat yang akan meleleh ketika di pertemukan dengan matahari. “Aku benci matahari gumamku”.

Kuputuskan tak berlama-lama di halte langsung kunaiki angkutan dengan jurusan rajabasa – pramuka. Kunaiki angkutan itu dan kucari tempat duduk yang masih longgar dan mataku tertuju pada pojok belakang dekat  jendela yang terbuka, sesaat setelah kududuki bangku panjang tersebut aku mulai merasakan angin yang berdesir begitu sejuk kearahku melalui celah-celah jendela kaca.

Bebeapa menit kemudian pandanganku terhenti tepat dihadapanku dan aku baru menyadari ada sosok pria yang aku rasa wajahnya tak asing. Dengan memandangi jalan yang membawaku ke pemberhentian selanjutnya aku masih terus saja memikirkan siapa pria yang ada di hadapanku saat ini.

Takku sadari ternyata pria itu sudah sejak tadi memandangiku, dan aku semakin terus bertanya-tanya siapa pemilik wajah itu? Aku tetap pada pandanganku ke luar jendela berpura-pura tak mengetahuinya bahwa sejak tadi pria itu sudah memandangiku,  aku menunduk ke bahwah da kudapati kakinya. Kupandangi jemari kakinya yang putih dan panjang, ingin kutelusuri lagi pria yang ada dihadapanku saat ini yang tak lain hanya untuk sekedar memastikan kembali benarkah pria itu terus memandangiku atau tidak .

Ada detik saat mata kami saling bertemu, dan baru kali ini aku memperhatikan setiap detail wajah pria itu setelah beberapa menit tadi tak kusadari kehadirannya dan diam-diam juga aku memperhatikannya setelah menyadari matanya tertuju padaku. Kaus hitam, celana jeans se-lutut berwarna biru muda, sandal hitam dan tas ransel di samping kakinya. Entah dari mana pria ini? tampilannya santai tidak merusak wajahnya yang tampan dengan kulitnya yang putih berambut ikal, hidungnya mancung, bibir yang tak terlalu besar tapi juga tak terlalu kecil, dagunya lancip, tubuhnya tak terlalu tinggi tapi juga tak terlalu kecil. Yang jelas pria itu berwajah tampan, begitulah aku mendeskripsikannya. Tapi setelah ku cermati setiap incinya aku baru menyadari ternyata wajahnya mirip dengan seseorang.

Pandaganku kembali ke jendela melihat kendaraan berlalu lalang disampingku dan mungkin saat itu raut wajahku berubah menjadi emote buka kurung titik dua :(
Wajahnya baru sajah mampir di otakku dan tiba-tiba saja ingatan itu menghancurkan seluruh syaraf di tubuhku.

Pemberhentian selanjutnya sudah tiba, ku fikir kami akan berpisah ternyata dia juga berhenti di pemberhentian yang sama. “Kemana pria ini akan pergi gumamku”. Bus selanjutnya sudah menunggu, aku fikir pria itu akan langsung menaikinya tapi ternyata tidak, dia berdiri tepat disebelahku mungkin pemikirannya sama denganku, kami tidak langsung menaiki bus itu karena masih menunggu penumpang lain hingga penuh. Kemudian aku meninggalkannya, aku memutuskan untuk membeli minuman yang dingin dan manis untuk menyegarkan lidahku yang mongering sejak tadi. Setelah minuman dingin kudapatkan aku berdiri di tempat semula tepat di sampingnya sambil mengusap dahi yang berkeringat aku berusaha membuka botol minuman yang kubeli, “ah sulit sekali botol ini terbuka gumamku” tanganku terluka karena tak berhasil membukanya. “sinih saya bukain” ucap sosok pria tampan berkaus hitam yang tersenyum manis tepat di sampingku. Aku melihat jelas  barisan giginya yang tak terlalu rapih itu, namun senyumnya juga membuat bibirku melengkung - ikut tersenyum.

“Ah pria ini masih memperhatikanku juga ternyata sampai-sampai menyadari aku kesulitan membuka botol minuman ini gumamku”. pertolongannya kubalas dengan ucarapan trimakasih dan kemudian dia tersenyum dan menjawab ucapanku. Jantungku berdebar takkaruan, aku terdiam menatap kearahnya seakan waktu berhenti bergerak.

Lama kami berdiri di depan bus yang sejak tadi masih menunggu penumpang, matahari siang itu juga begitu terik aku tak tahan dengan sorotannya. Angkutan lain yang satu arah dengan jalan menuju rumahku berenti tepat di depanku akhirnya aku putuskan meninggalkan bus dan pria tampan itu kemudian aku berjalan mendekati angkutan itu. Aku meninggalkan pria itu dengan segudang pertanyaan dan kekecewaan karena kebersamaan kami mungkin hanya berakhir sampai sini.

Aku menghela nafas, aroma tubuh yang tiba-tiba kurindukan itu hilang dengan sekejap. Angkutan umum yang kunaiki melaju dengan cepat sehingga bayangannyapun tak nampak lagi, aku tak bisa lagi diam-diam menatapnya. Di sepanjang jalan aku membayangkannya, pria tampan itu mondar-mandir di otakku. Aku tersenyum tanpa sebab berkali-kali. Aku jatuh cinta ?

Setelah pristiwa itu, wajahnya memang tak selalu mampir dalam otakku, namun wajah itu bergantian
keluar-masuk ke dalam memori pikiranku. Setiap hari, saat pulang dari kampusku aku berharap bisa bertemu lagi dengannya. Sampai saat ini aku masih menunggu untuk di pertemukan lagi dengannya melihat wajah tampannya. 

Saat wajah pria tampan itu menatap dalam-dalam, aku menemukan sianar sangat ajaib disana, tempat aku selalu ingin membenamkan mata dan berteduh dari hiruk pikuknya dunia perkuliahan.



Aku masih berharap suatu saat nanti Tuhan mempertemukan kami kembali dan kita bisa saling mengenal lebih dalam.  





Sabtu siang,
tepat satu minggu setelah pertemuan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar