Kala jari jemariku merindukan selanya diisi olehmu
Kala itu aku menyadari bahwa aku tidak sesempurna itu untuk menahan segalanya.
Kala langkahku terasa goyah ketika berjalan tanpa didampingimu
Kala itu aku menyadari bahwa kehampaan bisa datang dengan sesederhana itu.
Kamu, menjadi alasanku untuk menyadari bahwa alasan termudah untuk
meluapkan emosi adalah, ketidakberadaanmu di sisi, atau setidaknya
ketiadaan kabar meski hanya berupa pesan singkat.
Kamu, menjadi alasanku untuk menyadari bahwa alasan termudah untuk
meredakan amarah adalah, ketika pelukanmu menjadi tempat kembali
ternyaman, menjadi penawar dalam emosi.
Tanya perempuan itu dengan berbisik. |
Masih ingat tentang perempuan yang menyukai toko buku ? Perempuan itu dan tempat ternyamannya yang
pernah aku haturkan kisahnya kepadamu. Aku ingin menceritakan sedikit
kelanjutan kisahnya, karena sepertinya telah melewati banyak hari dan
cerita baru.
Ini rahasia, bisakah kamu menjaganya ?
Perempuan itu ternyata telah bertemu dengan seseorang, yang kini
seringkali mengiringi langkahnya untuk sekedar mengitari tempat
kesukaannya. Atau mungkin untuk sekedar menghabiskan waktunya duduk diam
menghadap layar ketika film kesukaan sedang diputar di bioskop, mungkin
juga ketika kesukaannya untuk menghabiskan semangkuk ramen pedas.
Perempuan itu telah bertemu dengan seseorang, yang bisa ia genggam
tangannya ketika melewati hamparan pasir pantai. Juga ketika perempuan
itu ingin menghabiskan hari menikmati tenggelamnya matahari. Ia telah
menemukan seseorang yang ia ingin habiskan hari-hari untuk bersandar,
mencurahkan keluh kesah, meluapkan emosi ataupun menitipkan hatinya
sejenak untuk beristirahat.
Tapi sayang, ketika keegoisan untuk memiliki mengaburkan pandangan
hatinya, ia menjadi sedikit lebih arogan dari biasanya. Perempuan itu
terlalu buta oleh rasa sakit yang pernah ia rasakan, dulu. Ia
mengedepankan rasa takutnya untuk akhirnya membuat jarak antara mereka.
Membuat rasa manis mendadak menjadi terlalu hambar untuk dicecap
masing-masing.
Tak peduli kini perempuan itu terduduk menahan sakit entah dari fisik
ataupun hatinya, perempuan itu merasa ada yang hilang ketika amarah
menguasai dirinya. Dirinya sungguh terlalu bodoh untuk menegaskan
kenyataan yang sepenuhnya hanya kekhawatiran. Tapi perempuan itu masih
berdiri di tempatnya dengan keegoisan. Mengharapkan pengertian tentang
rasa sakit, betul begitukah ?
Perempuan itu sudah mampu sedikit demi sedikit mempercayakan hatinya,
meletakkannya di genggaman seseorang yang ia tahu bisa sangat
menyakitkan bila dihancurkan kembali. Kapan pun itu, ia masih belom
siap. Meski hatinya pernah terjatuh dan berserakan tak berbekas, oleh
tangan orang lain yang hanya berbalik pergi tanpa ada penjelasan pasti,
perempuan itu mampu melekatkan lagi setiap serpihannya untuk bertahan
hidup.
Waktu menjadi teman terbaik sang perempuan, untuk memoles kembali
hatinya untuk menjadi lebih menarik lagi. Pelajarannya untuk tidak
selamanya bisa percaya, seringkali membuatnya menyembunyikan hatinya
lebih dalam dari yang seharusnya. Seperti layaknya seorang anak kecil
yang tidak ingin tersentuh oleh tangan kotor sehabis bermain dengan
kebohongan. Perempuan itu melapisi hati rapuhnya dengan sangat
hati-hati. Memilah tangan mana yang bisa ia titipkan ketika ia ingin
berlari sebentar tanpa beban, tanpa harus berhati-hati karena hatinya
sedang ia bawa dan terlalu rapuh untuk diajak berlarian.
Meski seringkali keraguan menggetarkan dan hampir membalikkan semuanya.
Memecah semua balutan kenyataan manis. Karena seringkali juga keegoisan
untuk diakui bisa saja memporakporandakan segala rencana, hanya untuk
perasaan "termiliki", perempuan itu mencoba melakukan segalanya.
Perempuan itu jelas sangat tahu rasanya untuk disembunyikan, dianggap
tiada kehadirannya, dilewati seakan alfa, ketika nyatanya ia punya hak
pasti untuk dibanggakan dan disadari ada-nya. Ketika ia berhenti
melangkah, karena seseorang yang pernah ia percaya, hanya berbalik tanpa
menahannya untuk mengucapkan kata selamat tinggal. Perempuan itu tau
bagaimana rasanya kenyataan sakit menghantamnya tanpa dia sempat sadari
untuk berlari menghindar.
Perempuan itu tidak ingin merasakan sakit lagi, hingga harus merelakan melihat hatinya kembali berserakan.
Tangan seseorang yang menggenggam hatinya, kini memiliki kekuasaan yang
sepenuhnya bisa ia lakukan untuk menghancurkan. Tetapi perempuan itu
hanya bisa meletakkan hati beserta kepercayaan disampingnya.
Teruntuk lelaki yang saat ini perempuan itu sedang percayakan hatinya,
Maaf bila memang perempuan itu terlalu egois untuk menyatakan
kepemilikanmu atas dirinya. Tak peduli bagaimana dirimu, ia melihatmu
dengan percayanya. Karenanya pula perempuan itu sadar, bahwa di dalam
dirimu telah ia titipkan separuh tentang kehidupannya. Tentang kenangan
maupun impian masa depan.
Karena perempuan itu saat ini memilihmu,
Ketika letihnya terlalu lama terjaga sendiri,
Bisakah kamu menjaga hatinya?
Akhirnya perempuan itu menyatakan akhir dari pertanyaannya. |
Lampung, malam selepas hening tanpa kabar
Backsound : Close your eyes - Michael Buble
Tidak ada komentar:
Posting Komentar