Rabu, 16 April 2014

Begitu egoisnya aku






Saya menulis ini ketika kamar saya lebih dingin daripada biasanya. Ketika banyak hal yang akhir-akhir ini begitu menguras energi dan air mata. Kelelahan demi kelelahan rasa sakit yang bertubi-tubi seperti tak ada jedanya untuk menghantamku menghempaskannya kedasar lautan.  Aku masih begitu kokoh menghadapinya tak peduli sudah berapa banyak air mata yang aku tumpahkan aku berusaha tetap berdiri dan melangkah ke depan.

Malam itu saya habis menonton sebuah film drama korea, pemeran utama begitu gigih dalam pekerjaannya tak pedui pada diri sendiri tak peduli pada orang lain. Betapa gigih setiap orang berusaha mengejar dunia, tanpa pernah tahu yang tertinggaldi rumah; keluarganya.

Terpikir oleh saya untuk menulis ini agar saya dan kamu yang sedang membaca ini, tidak pernah menyesal karena melewati segalanya yang harusnya tak pantas untuk dilewatkan. Saya memang cukup keras kepala, saya tidak akan keluar kamar sampai pekerjaan saya selesai. Saya juga tidak peduli betapa laparnya perut saya. Ibu selalu cerewet meminta saya menghentikan sejenak mengerjakan tugas akhir saya hanya untuk makan terlebih dahulu, saya tetap tak menggubris kata-kata ibu, saya juga tak peduli bagaimana dengan isi perut saya. Saya juga tak peduli betapa berantakannya kamar saya, betapa buku berserakan di sana sini, boneka-boneka yang terbaring tidak pada tempatnya, dan rambut-rambut saya yang rontok di lantai; yang tidak saya sapu selama dua hari. Saat sedang menyelesikan tugas akhir, saya egois. Saat terlalu asik dengan dunia saya, saya tak peduli beberapa hal. Mungkin, ini juga yang kita lakukan ketika terlalu asik dengan pekerjaan, terlalu asik melakukan yang kita pikir menyenangkan.

Suatu malam, saya sedang dikejar deadline. Sengaja saya mempersiapkan segalanya agar saya tidak jatuh sakit karena kelelahan. Jujur saja secara fisik saya cukup lemah bila tidak dijaga dengan baik mudah sekali tumbang. Awalnya saya sendirian dikamar, lalu keponakan saya masuk ke kamar saya. Keponakan saya memang hampir setiap malam selalu tidur bersama saya terkadang juga untuk membantunya menyelesaikan tugas-tugas bahasa inggrisnya di sekolah.

Malam itu saya sedang semrawut, saya menolak untuk membantunya mengerjakan tugas sekolahnya dan keponakan saya duduk di tempat tidur saya sambil mengajak bicara. Sesekali saya menjawab pertanyaannya, sesekali saya diam dan hanya suara ketikan leptop serta pertanyaan keponakan saya yang tidak menimbulkan jawaban. Saat fokus pada leptop saya tidak menengok ke arah ponakan saya sedikitpun. Saya juga tidak bertanya-tanya ketika keponakan saya berhenti bicara. Beberapa jam kemudian, tugas akhir saya selesai. Saya menutup laptop dan meregangkan badan. Tubuh saya berbalik dan menatap keponakan saya yang sudah tertidur pulas di tempat tidur saya. Saya hanya menganggap hal itu sangat biasa. Saya melihat buku PR bahasa inggris yang dibawanya tadi dan saya mengerjakan PRnya di kertas lain agar esok hari bisa ia salin ke dalam buku PRnya.

Beberapa hari berikutnya saya masih mengalami revisi-revisi dari tugas akhir saya padahal sudah hampir sampai pada batas waktu tapi saya merasa tidak ingin berhenti samapi situ saya tetap mengerjakan yang bisa saya lakukan, saya menunggu keajaiban Tuhan meskipun saya tak yakin tapi saya yakin tak ada yang sia-sia. Kemudian saya memutuskan melanjutkan tugas akhir saya kembali di kamar saya. Keponakan saya bercerita ini itu dan saya tak mampu lagi mendengar celotehannya kemudian keponakan saya secara tidak sengaja menyenggol charger BB saya yang sedang saya charge saat itu. Sontak, saya berdiri dari tempat duduk dan memarahinya karena BB saya yang sudah usang itu terkadang sulit untuk di charge di sisi lain juga saya sedang pusing dengan tugas akhir saya. Kemudian setelah saya memarahinya dia diam tak lagi mengajak saya bicara ini itu dan tak lagi mengganggu saya, dia asik bicara sendiri dengan boneka-boneka yang ada di kamar saya. Oke, itu cukup membuat dia tidak mengganggu saya.

Seperti biasanya, saya mengerjakan tugas kahir saya tanpa memperhatikan sekeliling saya dan diam yang ditunjukkan keponakan saya tidak juga menimbulkan tanya. Pukul 03.00 dini hari, saya selesai merevisi tugas akhir saya. Saya mematikan laptop dan meregangkan badan. Saya memutuskan untuk segera tidur, ketika melangkah menuju tempat tidur; mata saya di beri pemandangan, keponakan saya sudah tertidur pulas dengan boneka dalam dekapannya. Saya menghela napas dan tidak tahu kenapa saat itu saya ingin menangis teringat saat tadi saya membentaknya dan membanting BB saya sekeras-kerasnya hingga porak poranda, teringat saat ia menghibur saya saat saya sedang dilanda kegalauan meskipun ia belum paham benar apa yang saya rasakan tapi terkadang dia bisa menjadi pendengar yang baik.


Kadang, manusia begitu egois, terlalu tak peduli, pada orang yang setia menunggunya; menunggu untuk di temani dan diajak bicara. Kadang, kita begitu tak mau tahu, pada yang sabar menunggu.





                                                                        Untuk,
Si cantik keponakan tante yang setia menunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar