Selasa, 29 April 2014

Tepat satu bulan setelah kamu memutuskan pergi


Tersayat hatiku akan hilangnya ketepatan janji. Dia pernah mengingkarinya lalu pergi. Diucap saat saling menggenggam. Dan dihempaskan tanpa alasan. Semudah itu dilupa, sesulit itu pula ia untuk menepatinya. Kusadari kini kesungguhan janji yang terucap dari bibir manisnya hanya sebatas kata.

Aku pernah berbagi tentang apa-apa yang telah membuatku sulit lagi untuk membuka hati. Namun ia tidak sekuat yang kuharapkan untuk menjaga sesuatu yang lemah dariku dimasa lalu. Ingatannya tak sekuat usahaku menahan luka yang tertinggal, hanya sebatas kata.

Telingaku disentuhnya oleh desahan nafas yang meneduhkan dan mencairkan keraguanku untuk membuka hati yang hampir membeku. Suaranya semakin jelas berbisik bahwa kehadirannya akan selalu ada disetiap rinduku tergelincir perlahan menghampiri mimpinya. Kehadirannya akan selalu ada saat sebuah inginku mengharapkan kehadirannya untuk memeluk hangat tubuh ini. Dan kali ini bukan hal yang tidak mungkin ia ingkari lagi, janjinya untuk hadir saat ingin dalam hatiku tiba, hanya sebatas kata.

Tatapannya pernah lebih tajam dari Burung hantu Eurisia saat mengamati kerisauan ku meragukan ketepatan janjinya. 
Tatapannya pernah setajam itu dan akhirnya melenyapkan segala takutku akan kehilangannya tanpa permisi. 
Tatapannya pernah secepat itu meluluhkan kekosongan hati yang sudah lama sendiri.
Tatapan dari wajahnya yang takkan bosan dipandang meluluhlantakkan kesungkananku untuk merangkul hangat tubuhnya dari belakang. 

Kata maaf dengan senyum pada wajahnya menghanyutkan keegoisanku untuk tidak semudah itu memberi maaf. Namun untuk kesekian kali aku gagal memberinya pelajaran. Dan janjinya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, hanya sebatas kata. Permintan maaf yang terlontar dari indah parasnya hanya sebatas kata.

Mungkin kehadiranku bukanlah harapan pada doanya. Mungkin keberadaanku bukanlah akhir pada pencariannya.  
Mungkin ketika ia mencari tempat bersandar hanya aku yang besedia ada, meski hanya sementara.
Mungkin keterlambatanku hadir pada kesendiriannya tidak menemukan celah untuk sebuah keseriusan.
Mungkin saat ia mulai yakin akan segala komitmen yang terucap, ada sesuatu yang lebih mahir meluluhlantahkan hatinya hingga ia berpaling dariku begitu cepat.
Mungkin juga Tuhan hanya ingin menjadikan kehadirannya sebagai anak tangga agar aku menemukan seseorang yang tepat tanpa ada kata terlambat. Dan kini aku berhenti untuk mencari. Kedatangannya mengingatkan aku pada sebuah perpisahan yang tak diharapkan. Bertahun-tahun yang lalu aku menutup hati dan ia membukanya dengan mudah. Kini kututup kembali semuanya.
 
Ketika kamu sadar bahwa kehadiranku berarti bagi hidupmu, kemarilah. Semoga Tuhan masih mengizinkan aku untuk membukakan hati yang kau buat kecewa. Semoga sosok lain tidak memulihkan hatiku yang kau buat penuh luka. 
Ketika kamu kembali, jangan ucapkan apapun yang pernah kau ingkari. Aku tahu dan mengerti bahwa itu hanya sebatas kata dan percayalah, aku tidak membutuhkan lagi luka yang sama. Maka bersandarlah disini dan aku tidak akan menahanmu ketika ingin pergi. Tapi satu permintaanku dari hati, katakanlah ketika kamu ingin pergi. Agar tidak kesekian kali kau renggut susah payah usahaku mengobati luka yang kau ciptakan dihati ini.



Lampung, 29 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar