"Harus memulai kembali dari awal. Harus bisa, dan
pasti bisa." Ucap perempuan itu lirih di sela helaan nafasnya yang
berat.
Belaian angin malam seringkali
menemani kehidupan malam sang perempuan. Berbekal segelas cokelat hangat dan
laptopnya yang menyala. Kembali ia menumpahkan rasa yang ia miliki kedalam
jurnal hariannya. Perempuan itu hanya perempuan biasa yang sangat mencintai
dunia menulis. Ceritanya tentang masa lalu, kini dan impian yang akan datang,
menjadi cerita yang berbeda dan bermakna untuknya. Baginya cerita tentang
kehidupan itu seperti rasa permen, bermacam-macam, dan tak akan pernah cukup
waktu untuk merasakannya.
Perempuan itu selalu bermimpi
tentang seseorang, yang suatu saat nanti bisa menemaninya menghabiskan hari
untuk bercerita tentang banyak rasa dan berakhir dengan membaca cerita yang
pernah ia tuliskan. Baginya seseorang yang ia akan cintai kelak, harusnya
adalah seseorang yang mencintainya beserta cerita-ceritanya. Tak peduli
bagaimana bodohnya kisah itu.
"Kalau dia saja tidak bisa mencintai goresan
tanganku, bagaimana dia bisa mencintai asal muasal cerita itu terbentuk ? Diri
dan seluruh hidupku." Perempuan itu menjawab dengan tenangnya, ketika
seseorang bertanya mengapa ia memiliki kriteria seperti itu.
Seringkali perempuan itu bercerita
tentang pahitnya menunggu dan tertatihnya ketika bangkit dari luka. Bukan
karena ia senang mengungkap aib hatinya, tapi ia hanya ingin merasa bebas dan
menghargai rasa sakit yang telah menyempatkan diri untuk singgah dalam cerita
kehidupannya. Entah sudah berapa banyak lembar kehidupannya ditemani oleh isak
tangis dan bulir air mata yang menetes. Tapi ketika akhirnya ia bersimpuh dalam
sujud dan mengangkat tangannya dihadapan sang Maha Pencipta. Perempuan itu
tahu, bahwa dirinya masih mampu untuk berdiri kembali.
Janji manis dan kejadian
menyenangkan dalam hidup ? Tentu saja perempuan itu masih membingkainya dengan
hangat di setiap sudut otaknya. Tawa yang terselip dan membuncah hebat ketika
apa yang perempuan itu impikan satu persatu menjadi nyata. Bukan hanya karena
usahanya sendiri, tapi banyak orang-orang yang bahkan tidak dia duga
sebelumnya, mampu membantunya mewujudkan itu. Campur tangan Tuhan ? Tentu saja
selalu ada. Hangatnya pelukan mereka yang menyayangi perempuan itu, seakan
menjadi bahan bakarnya untuk selalu tetap tersenyum, meski air mata menggantung
ingin segera mendobrak keluar.
Masih tentang perempuan itu.
Masih tentang kesukaannya menulis tentang apapun. Masih tentang helaan napasnya
yang seringkali tak teratur, ketika terlalu emosi dalam menggoreskan kisahnya.
Masih tentang harapannya dalam mencari seseorang yang ingin duduk disampingnya
dan menghabiskan waktunya untuk bertukar rasa, dan tak bosan membaca
cerita-ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar