Senin, 17 Maret 2014

Kejujuranku





Kala itu aku menunggu di teras rumahku, jantungku berdebar debar menunggu kamu, pesanmu yang ku baca kembali membuat senyumku mengembang, kamu sudah on the way, dan janji kita untuk bertemu sebentar lagi akan tergenapi.

Entah ini mimpi atau apa? sesuatu yang di harapkan di depan mata. Ya, itu kamu. Kamu yang dulu benar-benar ada di sini, di depan mataku. Dengan mata ini jelas aku melihatmu, tatapan matamu yang tajam saat mata kita saling bertemu membuatku yakin kamu ada di sini, di hadapanku. Aku menatap wajahmu, kamu menatap wajahku. Disela-sela itu kita saling mencuri-curi pandang memperhatikan satu sama lain. Tak ada yang berubah setelah sekian lama, secara fisik kamu masih tetap sama, seperti yang dulu, tapi secara hati siapa yang tau ???









Mengenai hati, kali ini kamu datang bukan hanya untuk singgah, tapi kamu benar-benar kembali. Ah, ini mimpi atau apa?? segera aku menatap wajahnya, sangat ingin aku menyentuhnya, merengkuhnya, seakan rindu ini ingin meledak tumpah hingga habis seluruhnya. Namun keberanian itu hilang ketika keraguan muncul.
 




ya, ada sedikit keraguan atas segala yang ada. Ini bukanah sekedar kecemasan yang tidak aku pahami, ini aku yang ragu, takut akan terulang kisah kita di masalalu yang pahit untuk aku ulang kembali.

Teras rumahku malam itu seperti memahami kita, aku dan kamu duduk berdua, bersebelahan berbagi cerita, dan kita kembali bertatapan mata.
sesaat ku alihkan keraguan itu, mendengarkan kisah-kisah drama percintaanmu dengan dia yang entah siapa namun dengan antusias aku mendengarkan. Begitu banyak keingin tahuanku tentangmu hingga aku sendiri tak sempat bercerita apapun menegnai perasaanku saat ini.




Tak jarang ia menatap sambil menggodaku, dengan tersipu malu aku mengelak tapi tetap saja ia mengetahuinya, canda tawa menambah ramai suasana.

Ditengah-tengah pembicaraan kita aku membiarkanmu meng obrak-abrik isi handponeku, dengan sedikit kecemasan dengan tenang aku membiarkannya seolah aku tak ingin ada rahasia di antara kita. Tapi ketika aku yang ingin melihat isi dihandpone miliknya ada sedikit ketidak inginan aku takut akan ada hal-hal yang tidak aku inginkan, bahkan kamupun sedikit melarang di awal dengan cepat menghapus pesan yang entah dari siapa? Saat itu juga keraguan mulai muncul kembali. Tak ingin merusak suasanaku yang saat ini sedang rindu-rindunya aku diam sesaat menghela nafas dan perasaankupun mulai melemah, kemudian aku berusaha untuk bisa mengalahkan rasa kesal, kecewa, curiga dan masih campur aduk lainnya. Dengan memecah suasana yang sebelumnya hening aku memulai pembicaraan kembali dengan menanyakan ini dan itu agar aku bisa focus padanya saat ini. Aku menelan ludah, menghela nafas pasrah, berharap ini semua segera berakhir, dan yang aku mau aku bisa keluar dengan menjadi pemenang. Tapi, setiap mengingat itu, aku takut justru akulah yang kalah, dan aku hanya bisa melihat kamu pergi lagi dengan dia, kemudian menerima kenyataan bahwa aku tak pernah ada dihatimu.







Aku hanya tersenyum saat mendengar ceritamu, senyum yang sedikit melebar saat berkali-kali kamu menyebut nama DIA,rasa sakit yang teramad dalam kemudian muncul lagi saat aku melihat DIA dalam wallpaper di ponselmu setiap kali kamu menyentuh benda kecil itu, hmmz pantas saja kamu melarang aku menyentuh ponselmu (gumamku). Setiap kali kamu bercerita tentang dia, aku berusaha tertawa geli. Aku merasa posisisku sangat kecil. Aku merasa semakin jauh. Aku merasa perasaan ini adalah perasaan cinta yang tumbuh kembali, ketika aku tahu aku mulai cemburu dan takut kehilangan kamu.

Kebersaamaan kita yang begitu singkat malam ini membuatku tak ingin mengakhirinya, aku masih ingin berlama-lama, bercerita ini dan itu. Sebab kita berpisah sangat lama. Tapi malam semakin larut yang membuat kita mau tidak mau harus terpisah kembali hingga esok waktu yang pertemukan kita kembali.

Malam itu, saat kamu pamit pulang, aku hanya memberi sedikit senyuman saat kamu mengusap keningku. Aku berdoa dalam hati agar kita bisa bertemu lagi. Namun, ketika ku telusuri lagi matamu, rasanya aku tak ingin semua ini berakhir. Rasanya aku tak ingin kamu pergi. Rasanya aku ingin memiliki kamu seutuhnya walaupun pada akhirnya mungkin kamu akan kembali pada DIA.

  

 


hingga obrolan kita berlanjut via bbm dan ku beranikan diri menanyakan bagaimana perasaanmu yg sebenarnya, tapi jawaban kamu malah membuat aku semakin ragu. Ku utarakan semua yang aku rasakan agar kamu tahu, hatiku bukan hanya sebagai tempat persinggahanmu semata. saat kamu sedang lelah-lelahnya kamu kembali kemudian pergi lagi. Aku memang ingin menjadi tempat terakhirmu untuk kembali tapi bukan hanya untuk tempat persinggahanmu yang hanya sementara itu. 

Aku tak tahu apakah kata sayang yang kamu ucapkan, kamu bisikan ketika kamu memegang tanganku adalah ihsyarat yang sungguh terjadi, ataukah semua yang kita jalani selama ini hanya bualan semu dan aku tertipu terlalu jauh?





Tahukah kamu berapa lama aku menyimpan perasaan ini? berapa lama aku menunggu hingga kamu benar-benar kembali dan ada di hadapanku saat ini? 

Tahukah kamu berapa lama aku menunggu kamu untuk mengucapkan kata-kata itu?

Tahukah kamu aku ingin kamu yang memiliki hatiku?


Semua perasaan ini kamu tidak pernah tau, yang kamu tahu hanya dia. Dia yang masih ada di hati kamu.

Semua pertanyaan-pertanyaan yang aku pertanyakan kamu hanya bisa diam tidak menjawab. Dengan begitu kamu tahu aku hanya bisa menerka-nerka dengan jawabanku sendiri atas pertanyaan yang aku buat.

Hingga saat inipun aku belum bisa memiliki kamu seutuhya, harus berapa lama lagi aku menunggu? delapan tahun belum cukup kah?






Mungkin memang lebih baik aku pergi dan tidak pernah mengharapkanmu kembali. 


Terimaksih utuk hari yang menyenangkan, sepertinya aku mulai menggilaimu. 



untuk pria yang sibuk dengan dunianya
sibuk dengan wanita-wanitanya
namun masih sempat menaruh hati
pada kekasih di masalalunya...
aku. 



Tertanda,
Aku yang lelah menanti.


 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar