Minggu, 26 Mei 2013

Keputusan Akhir



Pagi yang hangat, sinar matahari mencoba menunjukkan kekuasannya kepada siapapun. Dia cukup agresif pagi ini, terlalu cepat aku rasa hangatnya menyebar, menuju ke ambang terik. Tapi tak peduli bagaimana panasnya cuaca diluar sana, aku masih bergelut dengan bantal guling dan selimutku. Udara yang semilir keluar dari pendingin ruangan tanpa henti, membuatku semakin malas menjejakkan kakiku kemana-mana. Ada alasan lain kenapa aku enggan beranjak, karena banyaknya pikiran yang mengisi logikaku. Serta kenyataan yang aku hadapi dan berusaha nikmati untuk beberapa hari terakhir.

"Apa lagi sih yang lo pertahanin ? Tuhan udah kasih semua tanda-Nya biar elo sadar. Lo liat. Di luar sana masih banyak yang sayang sama lo, dan sekarang lo lebih milih buat bertahan di situasi yang kayak gini ?" Temanku meluapkan sebagian emosi dan keheranannya kepadaku. Dia hanya tidak bisa terima kenapa aku masih bertahan di situasi yang di anggapnya hanya menyianyiakan waktuku.

"Gue juga tau. Terus gue harus gimana ?" Aku membalas perkataannya.

"Lo sebenarnya tau harus kayak gimana. Lepasin. Kasihan hati lo." Masih dengan kukuhnya dia meyakinkanku.

"Iya. Entah gue sebenarnya ga tau apa ga mau melakukannya." Kata-kataku menjadi akhir perbincangan kami. Terdapat kegamangan yang luar biasa yang aku rasakan. Bahkan aku masih belum percaya bahwa semuanya harus aku tentukan secepat ini.

Masalah ini terdengar klasik. Hanya masalah antara dua anak manusia yang bertahan dalam situasinya sendiri. Menciptakan ketidaknyamanan diantara mereka dan salah satunya malah acuh seakan tidak mau tau tentang apa yang terjadi. Entah itu ia lakukan atas dasar keinginan hati, atau memang agar yang satunya lagi menyerah dengan sendirinya. Begitulah perilaku manusia ketika ego menaungi dan perasaan didahulukan. Keras kepala.

"Memang dia gak punya saudara perempuan ? Ibu ? sepupu ? teman ? atau apalah. Kok bisa sih dengan gampangnya dia membolak-balikkan perasaan wanita ? Bukankah dia sedang memiliki masalah ? Sesakit apa dia sekarang ?" pikiranku masih saja mengambang entah kemana. Mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang aku temui.

Bip. Bip. Bip.

Suara tanda pesan masuk. Sedari tadi memang aku sedang asyik berbalas pesan dengan seorang teman. Membicarakan tentang serunya masa lalu. Flashback kalo kata orang-orang sih. Ada banyak hal yang ia ceritakan kepadaku. Terlebih ini tentang seseorang yang ternyata sedari dulu memendam rasanya kepadaku. Ia memberitahukan setidaknya semua hal yang ingin aku ketahui, membuka kembali pemikiranku yang selama ini mungkin hanya terfokus pada satu orang.

"Dia sayang sama lo. Sampe sekarang. Lo ngerasa ga sih ?" Tanyanya kepadaku.

Siapapun orangnya saat ini, aku tidak tau harus merasakan apa-apa. Aku sendiri merasa aku belum siap mencintai kembali dengan hati yang aku sendiri tau, masih menyisakan retakan disetiap sisinya. Hatiku masih belum pulih. Masih butuh waktu, entah sampai kapan. Karena bagaimana aku akan mencintai seseorang dengan sehat dan baik, jika keadaanku sendiri sakit dan lemah.

Hidup ini selalu seimbang bukan ? Karena kita tidak akan merasakan bagimana sedih yang teramat sakit, bila kita tidak tau bagaimana manisnya kebahagiaan. Disetiap keadaan gelap akan selalu ada ujung yang terang. Begitu juga ketika kita merasa berada di titik terlemah, aku merasa bahwa perlahan tapi pasti roda kehidupan akan bergerak keatas kembali. Menuju kebahagiaan yang aku idamkan. Untuk sekarang sepertinya aku menghadirkan self protection yang dulu sempat menghilang entah kemana. Sometimes you have to try not to care, no matter how much you do, because sometimes you can mean nothing to someone who means so much to you. It’s not pride. It’s self respect. Ada yang berkata seperti itu.

Bagaimana bisa aku menyalahkan Tuhan untuk semua yang tidak berjalan sesuai rencanaku ? Dia selalu bisa adil dan bijaksana dengan cara-Nya sendiri., karena aku merasa dia seakan memberikan ‘sakit’, sekaligus ‘obat’nya. Meski pahit, tapi sakit akan bisa sembuh dengan prosesnya sendiri. Karena ia mengirimkan ‘sakit’ ketika ada yang melangkah pergi, sekaligus mengirimkan ‘obat’, yaitu seseorang yang menenangkanku disetiap kondisi. Tuhan itu keren kan ? Maka aku berpikir kembali, bahwa proses yang rasanya campur aduk seperti nano-nano ini akan aku nikmati, sehebat apapun sakit dan kenyataan yang akan aku hadapi nanti, aku tau Tuhan selalu mendengar doaku untuk selalu menguatkan dan membantuku untuk ikhlas melalui tangan-tanganNya yang tak terlihat.

“I believe everything happens for a reason. People change so you can learn how to let go. Things go wrong, so that you appreciate them when they’re right. You belive lies, so you eventually learn to trust no one but yourself, and sometimes good things fall apart so better things can fall together.” Kalimat yang mendadak membangunkanku dari rasa kelabu, kubaca entah dimana. Tapi terimakasih ku haturkan untuk siapapun yang sudah menciptakan kalimat magic ini.

Akhirnya, aku memilih untuk melepasnya. Bukan hanya untuk ketenanganku, tapi juga untuk kebahagiaannya.






No backsong
Lampung, Mei 26 2013  ||  10:10 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar